Selasa, 29 Oktober 2019

Peran PGRI dalam Rangka Menyiapkan Generasi Emas 2045

PERAN PGRI dalam RANGKA MENYIAPKAN GENERASI EMAS 2045



PENGERTIAN DAN TUJUAN PGRI

PERAN PGRI dalam RANGKA MENYIAPKAN GENERASI EMAS 2045


            PGRI merupakan wadah tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan ketenagakerjaan yang berdasarkan pancasila. Melalui PGRI, sesame anggota mengembangkan profesinya, berjuang memecahkan masalah untuk anggota dengan tanpa henti dan meningkatkan kesejahteraan anggota untuk kejayaan PGRI. PGRI juga memiliki beberapa tujuan umum dan sasaran, yaitu :
a.  Memberikan arahan tentang pokok-pokok program yang dijadikan landasan kegiatan organisasi yang operasionalisasinya akan ditetapkan setiap tahun melalui Konkerprop
b.  Melaksanakan upaya reformasi dilingkungan PGRI baik sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi maupun organisasi ketenagakerjaan
c.   Menata, mempertahankan, dan meningkatkan citra PGRI sebagai organisasi yang mampu menjadi wadah tempat berhimpunnya para guru professional dalam menghadapi abad 21
d.  Menetapkan kebijakan dasar organisasi dalam upaya turut serta melaksanakan reformasi pendidikan nasional sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan nasional untuk membetuk manusia yang mandiri, demokratis, menghormati dan melaksanakan hak-hak asasi manusia, memiliki ilmu pengetahuan  dan menguasai teknologi, dapat dipercaya, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial  yang tinggi.
e.  Menyusun dan menetapkan langkah-langkah kebijakan organisasi dalam upaya peningkatan harkat, martabat, dan kesejahteraan guru pada umumnya dan anggota PGRI pada khususnya
f.    Mewujudkan visi dan misi organisasi berlandaskan pertimbangan kondisi Bangsa dan Negara, serta kondisi organisasi dewasa ini didaerah propinsi DIY
v  Sasaran
a.    Peningkatan fungsi dan peran PGRI sebagai organisasi perjuangan, profesi dan ketenagakerjaan yang bersifat independen, unitaristik, dan non partisan
b.    Restrukturisasi dan penataan organisasi dari tingkat propinsi dibawah yang meliputi seluruh tatanan kelembagaan organisasi PGRI sehingga tetap memiliki visi dan misi yang memberikan motivasi, daya pikat dan daya rekat yang mampu menghimpun para guru dan tenaga kependidikan lainnya di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam satu wadah PGRI.
c.    Peningkatan kesadaran seluruh pengurus dan anggota PGRI di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai perlunya perubahan sikap, perilaku, wawasan dan rasa tanggung jawab organisasi melalui berbagai forum organisasi, kegiatan pelatihan, seminar, serta kaderisasi yang bertingkat dan berjenjang
d.    Peningkatan dan perbaikan citra PGRI, baik dimata masyarakat maupun dimata anggota, serta peningkatan kinerja dan kebersamaan organisasi agar mampu mengakomodasikan serta memperjuangkan segenap aspirasi dan kepentingan anggota sehinga PGRI dapat melaksanakan misi dan tugas dengan baik.
e.    Peningkatan kemampuan, dedikasi, profesi dan kesejahteraan anggota serta mengusahakan adanya standarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi profesi guru
f.     Peningkatan fungsi dan peran PGRI dalam program pembangunan pendidikan dalam upaya menyukseskan wajib belajar sesuai dengan program Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan menciptakan masyarakat belajar, memberatas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan
g.    Peningkatan secara optimal dan merata diseluruh propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, fungsi dan peran PGRI sebagai kekuatan pemikir yang menampilkan gagasan serta konsep peningkatan mutu pendidikan sebagai pengontrol yang mengoreksi setiap kebijakan pendidikan yang menyimpang dari prinsip dasar kependidikan dan sebagai penekan yang mengawasi dan mengontrol berbagai pihak yang melakukan perbuatan dan tindakan yang tidak sesuai dengan landasan kebijakan organisasi.

LANDASAN HUKUM
    1.    Amandemen UUD 1945 tentang pendidikan; serta lahirnya UU Nomor : 14 tahun 2005          tentang Guru dan Program Pendidikan Indonesia
    2.    Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
    3.    Peraturan Pemerintah Nomor: 74 tahun 2008 tentang Guru merupakan landasan hukum       yang kuat dalam penataan dan penanganan guru.
    
   SEJARAH PGRI

Semangat ke Indonesiaan telah lama tumbuh di kalangan guru-guru Indonesia. Organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri pada tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.

Tidak mudah bagi PGBH memperjuangkan nasib anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Sejalan dengan itu, di samping PGHB berkembang pula Organisasi Guru Baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB). Di samping organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijs Bond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM) dan Netherland Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong guru-guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang selalu dijabat oleh orang Belanda, satu persatu pindah ketangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini semakin berkobar dan memuncak sampai pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan. Perjuangan guru tidak lagi berfokus pada perbaikan nasib serta kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, melainkan telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak "Merdeka".

Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) di ubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata "Indonesia" yang mencerminkan Semangat Kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya kata "Indonesia" ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.

Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 - 25 November 1945 di Surakarta. Melalui Kongres ini segala Organisasi dan Kelompok guru yang di dasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru di bentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam Kongres inilah pada tanggal 25 November 1945 -- seratus hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.

Dengan semangat pekik "Merdeka" yang bertalu-talu, di tengah bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas Studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :
1.     Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
2.     Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
3.     Membela hak dan nasib buruh umumnya, Guru pada khususnya.

Sejak Kongres Guru Indonesia itu, semua Guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai Organisasi Perjuangan, Organisasi Profesi, dan Organisasi Ketenagakerjaan, yang bersifat Unitaristik, Independen dan NonPartisan.

Untuk itulah sebagai penghormatan kepada guru, Pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan Hari Lahir PGRI Tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.

Sebagai awal sejarah baru bagi Guru dan Pendidikan di Tanah Air, pada tanggal 1 Januari 2013 Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), yang berisi Norma dan Etika yang mengikat perilaku Guru dalam melaksanakan tugas Keprofesionalan, dilaksanakan. Sejalan dengan itu, Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI), telah dibentuk untuk menegakan KEGI tersebut.
.
PROFESIONALITAS GURU
Organisasi profesi yang secara dini tidak membekali para anggotanya dengan piranti persaingan, dan tidak hanya menanti belas kasihan organisasi, secara dini pula dirinya akan terlindas oleh kemajuan jaman, suatu kenyataan telah berada dipelupuk mata kita, bahwa hadirnya profesional pendidik asing (guru-guru dari luar negeri), tak satupun organisasi mampu menolaknya. Karena negara telah mengikat dirinya dalam berbagai bentuk perjanjian, misalnya, WTO, APEC dan AFTA yang kita sepakati dan mengharuskan kita sepakat untuk mendunia. Menghadapi kenyataan ini maka sebuah organisasi, harus melangkahkan kesadarannya pada misi baru, yakni menjadi katalisator untuk meningkatkan kekuatan profesional para anggotanya. Sebagai langkah awal adalah mencegah sekaligus mengeliminasi idola-idola sesat.
Meminjam buah fikir "Francis Bacon" sebagai peletak dasar-dasar empirisme menganjurkan organisasi untuk membebaskan manusia dari pandanngan atau keyakinan yang menyesatkan, dia menyebutkan ada empat idola, yaitu:
1.      The idols of cave, yakni sikap mengungkung diri sendiri seperti katak dalam tempurung, sehingga enggan membuka diri terhadap pendapat dan pikiran orang lain.
2.      The idols of market place, yaitu sikap mendewa-dewakan slogan cenderung suka "ngecap" (lip service).
3.      The idols of theatre yaitu sikap membebek, kurang fleksibel, berdisiplin mati dan "ABIS"- Asal Bapak Ibu Senang".
4.      The idols of tribe, yaitu cara berfikir yang sempit sehingga hanya membenarkan pikirnanya sendiri (solipsistic) dan hanya membenarkan kelompoknya/organisasinya sendiri.

Jika organisasi telah mampu membebaskan para anggotanya dari idola-idola tersebut, maka secara tidak langsung organisasi telah meraup kembali inner power yang selama ini hilang sebagai akibat kemajuan zaman yang penuh ketidakpastian.

Dikaitkan dengan profesionalisme guru, maka wadah organisasi seperti PGRI (Persatuan Guru RI) tertantang untuk memanifestasikan kemampuannya, karena secara makro organisisasi PGRI dihadapkan pada "barier protection) sebagi akibat globalisasi. Sadar dari realita ini PGRI akan tetap melakukan upaya cerdas dalam bentuk peningkatan kemampuan individual (peningkatan kompetensi). Sehingga kesan yang berkembang dan yang memandang PGRI hanya mempertahankan organisasi sebagai alat pelindung dengan bermodalkan kekuatan massa (pressure group), tidak selamanya benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar