PERAN PGRI dalam RANGKA MENYIAPKAN
GENERASI EMAS 2045
PENGERTIAN DAN TUJUAN PGRI
PERAN PGRI dalam RANGKA MENYIAPKAN
GENERASI EMAS 2045
PGRI merupakan wadah tempat berhimpunnya segenap guru dan
tenaga kependidikan lainnya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi,
dan ketenagakerjaan yang berdasarkan pancasila. Melalui PGRI, sesame anggota
mengembangkan profesinya, berjuang memecahkan masalah untuk anggota dengan
tanpa henti dan meningkatkan kesejahteraan anggota untuk kejayaan PGRI. PGRI juga memiliki
beberapa tujuan umum dan sasaran, yaitu :
a. Memberikan
arahan tentang pokok-pokok program yang dijadikan landasan kegiatan organisasi
yang operasionalisasinya akan ditetapkan setiap tahun melalui Konkerprop
b. Melaksanakan
upaya reformasi dilingkungan PGRI baik sebagai organisasi perjuangan, organisasi
profesi maupun organisasi ketenagakerjaan
c. Menata,
mempertahankan, dan meningkatkan citra PGRI sebagai organisasi yang mampu
menjadi wadah tempat berhimpunnya para guru professional dalam menghadapi abad
21
d. Menetapkan
kebijakan dasar organisasi dalam upaya turut serta melaksanakan reformasi
pendidikan nasional sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan nasional untuk
membetuk manusia yang mandiri, demokratis, menghormati dan melaksanakan hak-hak
asasi manusia, memiliki ilmu pengetahuan dan menguasai teknologi, dapat
dipercaya, serta memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi.
e. Menyusun
dan menetapkan langkah-langkah kebijakan organisasi dalam upaya peningkatan
harkat, martabat, dan kesejahteraan guru pada umumnya dan anggota PGRI pada
khususnya
f. Mewujudkan
visi dan misi organisasi berlandaskan pertimbangan kondisi Bangsa dan Negara,
serta kondisi organisasi dewasa ini didaerah propinsi DIY
v Sasaran
a. Peningkatan
fungsi dan peran PGRI sebagai organisasi perjuangan, profesi dan
ketenagakerjaan yang bersifat independen, unitaristik, dan non partisan
b. Restrukturisasi
dan penataan organisasi dari tingkat propinsi dibawah yang meliputi seluruh
tatanan kelembagaan organisasi PGRI sehingga tetap memiliki visi dan misi yang
memberikan motivasi, daya pikat dan daya rekat yang mampu menghimpun para guru
dan tenaga kependidikan lainnya di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam
satu wadah PGRI.
c. Peningkatan
kesadaran seluruh pengurus dan anggota PGRI di propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta mengenai perlunya perubahan sikap, perilaku, wawasan dan rasa
tanggung jawab organisasi melalui berbagai forum organisasi, kegiatan
pelatihan, seminar, serta kaderisasi yang bertingkat dan berjenjang
d. Peningkatan
dan perbaikan citra PGRI, baik dimata masyarakat maupun dimata anggota, serta
peningkatan kinerja dan kebersamaan organisasi agar mampu mengakomodasikan
serta memperjuangkan segenap aspirasi dan kepentingan anggota sehinga PGRI
dapat melaksanakan misi dan tugas dengan baik.
e. Peningkatan
kemampuan, dedikasi, profesi dan kesejahteraan anggota serta mengusahakan
adanya standarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi profesi guru
f. Peningkatan
fungsi dan peran PGRI dalam program pembangunan pendidikan dalam upaya
menyukseskan wajib belajar sesuai dengan program Kabupaten/Kota yang
bersangkutan, dan menciptakan masyarakat belajar, memberatas kemiskinan,
kebodohan dan keterbelakangan
g. Peningkatan
secara optimal dan merata diseluruh propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, fungsi
dan peran PGRI sebagai kekuatan pemikir yang menampilkan gagasan serta konsep
peningkatan mutu pendidikan sebagai pengontrol yang mengoreksi setiap kebijakan
pendidikan yang menyimpang dari prinsip dasar kependidikan dan sebagai penekan
yang mengawasi dan mengontrol berbagai pihak yang melakukan perbuatan dan
tindakan yang tidak sesuai dengan landasan kebijakan organisasi.
LANDASAN
HUKUM
1. Amandemen
UUD 1945 tentang pendidikan; serta lahirnya UU Nomor : 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Program Pendidikan Indonesia
2. Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
3. Peraturan
Pemerintah Nomor: 74 tahun 2008 tentang Guru merupakan landasan hukum yang kuat
dalam penataan dan penanganan guru.
SEJARAH PGRI
SEJARAH PGRI
Semangat ke Indonesiaan
telah lama tumbuh di kalangan guru-guru Indonesia. Organisasi perjuangan
guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri pada tahun 1912 dengan nama
Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Organisasi ini bersifat unitaristik yang
anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik
Sekolah. Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di
Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.
Tidak mudah bagi PGBH
memperjuangkan nasib anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar
belakang pendidikan yang berbeda. Sejalan dengan itu, di samping PGHB
berkembang pula Organisasi Guru Baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB),
Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan
Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB). Di samping organisasi guru
yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelijke Onderwijs
Vereneging (COV), Katolieke Onderwijs Bond (KOB), Vereneging Van
Muloleerkrachten (VVM) dan Netherland Indische Onderwijs Genootschap (NIOG)
yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.
Kesadaran kebangsaan dan
semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong guru-guru pribumi
memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara
lain adalah Kepala HIS yang selalu dijabat oleh orang Belanda, satu persatu
pindah ketangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini semakin berkobar dan
memuncak sampai pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan. Perjuangan guru tidak
lagi berfokus pada perbaikan nasib serta kesamaan hak dan posisi dengan
Belanda, melainkan telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak
"Merdeka".
Pada tahun 1932 nama
Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) di ubah menjadi Persatuan Guru Indonesia
(PGI). Perubahan mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata
"Indonesia" yang mencerminkan Semangat Kebangsaan sangat tidak
disenangi oleh Belanda. Sebaliknya kata "Indonesia" ini sangat
didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan
Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia
(PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945
menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 - 25 November 1945
di Surakarta. Melalui Kongres ini segala Organisasi dan Kelompok guru yang di
dasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah,
politik, agama dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah guru-guru yang aktif
mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik
Indonesia yang baru di bentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Di dalam Kongres inilah pada tanggal 25 November 1945 -- seratus
hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia -- Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik
"Merdeka" yang bertalu-talu, di tengah bau mesiu pemboman oleh
tentara Inggris atas Studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk
mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :
1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik
Indonesia.
2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran
sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, Guru pada
khususnya.
Sejak Kongres Guru
Indonesia itu, semua Guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Jiwa pengabdian, tekad
perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara
historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat
dinamis, Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya
sebagai Organisasi Perjuangan, Organisasi Profesi, dan Organisasi
Ketenagakerjaan, yang bersifat Unitaristik, Independen dan NonPartisan.
Untuk itulah sebagai
penghormatan kepada guru, Pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan
Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan Hari Lahir PGRI
Tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati
setiap tahun.
Sebagai awal sejarah
baru bagi Guru dan Pendidikan di Tanah Air, pada tanggal 1 Januari 2013 Kode Etik Guru
Indonesia (KEGI), yang berisi Norma dan Etika yang mengikat perilaku
Guru dalam melaksanakan tugas Keprofesionalan, dilaksanakan. Sejalan dengan
itu, Dewan
Kehormatan Guru Indonesia (DKGI), telah dibentuk untuk menegakan
KEGI tersebut.
.
PROFESIONALITAS GURU
Organisasi profesi yang
secara dini tidak membekali para anggotanya dengan piranti persaingan, dan
tidak hanya menanti belas kasihan organisasi, secara dini pula dirinya akan
terlindas oleh kemajuan jaman, suatu kenyataan telah berada dipelupuk mata
kita, bahwa hadirnya profesional pendidik asing (guru-guru dari luar negeri),
tak satupun organisasi mampu menolaknya. Karena negara telah mengikat dirinya
dalam berbagai bentuk perjanjian, misalnya, WTO, APEC dan AFTA yang kita
sepakati dan mengharuskan kita sepakat untuk mendunia. Menghadapi kenyataan ini
maka sebuah organisasi, harus melangkahkan kesadarannya pada misi baru, yakni
menjadi katalisator untuk meningkatkan kekuatan profesional para anggotanya.
Sebagai langkah awal adalah mencegah sekaligus mengeliminasi idola-idola sesat.
Meminjam buah fikir
"Francis Bacon" sebagai peletak dasar-dasar empirisme menganjurkan
organisasi untuk membebaskan manusia dari pandanngan atau keyakinan yang
menyesatkan, dia menyebutkan ada empat idola, yaitu:
1. The idols of cave, yakni sikap mengungkung diri sendiri
seperti katak dalam tempurung, sehingga enggan membuka diri terhadap pendapat
dan pikiran orang lain.
2. The idols of market place, yaitu sikap mendewa-dewakan
slogan cenderung suka "ngecap" (lip service).
3. The idols of theatre yaitu sikap membebek, kurang
fleksibel, berdisiplin mati dan "ABIS"- Asal Bapak Ibu Senang".
4. The idols of tribe, yaitu cara berfikir yang sempit
sehingga hanya membenarkan pikirnanya sendiri (solipsistic) dan hanya
membenarkan kelompoknya/organisasinya sendiri.
Jika organisasi telah mampu
membebaskan para anggotanya dari idola-idola tersebut, maka secara tidak
langsung organisasi telah meraup kembali inner power yang selama ini hilang
sebagai akibat kemajuan zaman yang penuh ketidakpastian.
Dikaitkan dengan
profesionalisme guru, maka wadah organisasi seperti PGRI (Persatuan Guru RI)
tertantang untuk memanifestasikan kemampuannya, karena secara makro
organisisasi PGRI dihadapkan pada "barier protection) sebagi akibat
globalisasi. Sadar dari realita ini PGRI akan tetap melakukan upaya cerdas
dalam bentuk peningkatan kemampuan individual (peningkatan kompetensi).
Sehingga kesan yang berkembang dan yang memandang PGRI hanya mempertahankan
organisasi sebagai alat pelindung dengan bermodalkan kekuatan massa (pressure
group), tidak selamanya benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar